Hizbullah Syihab Pejuang Terakhir

"Jangan terlalu tinggi mengangkat kepala karena kesombongan. kelak kamu akan tertunduk malu karena kesombongan tersebut."

Aku baru saja merebahkan punggungku yang terasa bengkok di sofa kantor, sambil memijat lenganku secara bergantian kiri dan kanan. Sesekali aku membuang napas berat, hari ini aku sangat lelah, Narasumber penting tersebut mendadak ke luar kota tanpa mengabari. Narasumber kedua pun demikian, sangat sulit untuk ditemui, alhasil aku jadi bolak-balik antara satu tempat ke lapangan lainnya degan hasil yang tak maksimal. Melawan deru asap knalpot dan kemacetan parah di hari Jum'at.
Aku pasrah saja kalau seandainya malam deadline besok kerjaku tak membuahkan hasil menjadi berita. Mau bagaimana lagi, aku sudah berusaha. Kemudian aku melihat kak Indah keluar dari ruang Administrasi kantor, "Habis dari mana, Ai? Wajahmu itu lho, jadi kilang minyak," Tegurnya biasa
"Habis liputan," Jawabku singkat, Aelah, ngapain sih basa-basi.
"Sekarang sudah hampir jam sholat Jum'at, kamu ngga pulang?" Tanyanya kemudian,
Ck!
"Kenapa memang?" Aku jadi emosi, tersinggung juga sih sedikit.
"Kenapa sih, kau Ai. Orang nanya biasa juga," Ucapnya kemudian bangkit dari sofa masuk ke ruangnya kembali
"Salah sendiri ngapain basa basi, ngga tahu orang lagi capek. Huh!"

Karyawan, Redaktur, Pimpinan semua sudah pulang. Aku berdiam diri di kantor, sudah tidak sanggup mengendarai sepeda motor. Akhirnya aku tertidur di sofa kantor.
Hal pertama yang kudengar di balik ketidaksadaran kantukku adalah, "Jangan dibangunin, dia lagi emosi hari ini, seperti biasa."
Aku tidak sanggup mencerna pemilik suara, lalu aku tertidur sampai sore.
Saat hari sudah sore, aku melirik jam dinding kantor.
"Ha, sudah jam 5 sore!" Aku kaget "Ya Tuhan, aku punya janji dengan Narasumber pertama siang ini." Seketika jengkelku bertambah-tambah.
Aku memarahi siapapun di kantor tak terkecuali kak Indah.
"Heh, biasa aja! Ngga usah pakai emosi. Cukup ya emosinya hari ini. Kalau aku sendiri, sih ogah banget bangunin macan betina tidur."
Agh, kurang ajar!
Aku mendengus saat keluar ruangan Indah.
"Aku akan membalasnya, Indah. Awas saja!" batinku emosi.

Aku hanya punya satu hari ini saja untuk meliput dan menulis berita, semalam aku sudah mengatur ulang jadwal jumpa dengan narasumber. Pagi ini sebelum pukul 07.00 wib pas aku sudah siap berangkat, memanaskan sepeda motor dan mengunci pintu garasi rumahku. Aku bertekad, hari ini adalah liputan Zero Mistake. Baiklah, Ai bersiap.

Bersambung....



Cerita selanjutnya, Ai menyalahkan semua kekurangannya kepada Hizbullah, Pimpinan murka dan memecat Ai. Tapi Hizbullah menjadi penengah. Ada apa selanjutnya?
Apa sih maksud cerita Hizbullah Syihab Pejuang Terakhir dalam cerita ini?

Komentar

Postingan Populer